Detik ini, orang yang paling ingin kulupakan adalah dia. Aku menghadap jendela. Tengah malam. Yang ada hanyalah bintang-bintang yang tersenyum penuh pengertian. Vega-nya Lyra, Altair-nya Aquila, dan Antares-nya Scorpio, seolah-olah melambai-lambai dan berbisik,”hapuskan air matamu. .kami akan melipur dukamu. .”
Aku jengah. Merasa terkadang tertipu. Walau lebih sering aku terpikat. Namun, didukung suasana hati yang kelam, kali ini aku memilih membalikkan badan, bersiap menutup jendela, ketika di langit melintas komet Halley. Aih. 76 tahun sekali. Beruntungnya aku.
Huah. Geje banget. Aku lagi terserang penyakit stress dan autis yang digabung membentuk penyakit melankolis yang senang memikirkan hal-hal geje. Hei. Hei. Bagaimana bisa aku merasa kehilangan padahal aku memang tidak memiliki apa-apa?
Bagaimana bisa aku terluka, padahal aku tidak memiliki perasaan?
Seperti inilah definisi orang stress. Merasakan yang wajarnya tidak dirasakan orang lain. mengangankan yang tidak pernah dibayangkan oleh manusia seorang pun di muka bumi, ya kecuali orang stress ini.
si orang stress ini tidak tahu makna hidup. Kerjaannya hanya memikirkan satu titik hitam, yang besar, namun terkadang mengerut, dan dari dalam lubang hitam itu keluar benda aneh berbentuk mirip segitiga dan berwarna darah.
Entah mengapa, benda itu membuatnya selalu, dan pasti mengucurkan air mata. Apakah di kehidupan sebelumnya dia mengalami kisah tragis dan menyakitkan dengan benda itu?
Si orang stress lalu melukis. Yang dilukisnya adalah kaca mata. Yang pecah. Yang hancur. Yang bobrok. Tergenang darah.
Lalu dia merinding. Diraihnya lukisan itu, lalu dengan kalap, disobek-sobeknya, dihancurkannya, diinjak-injaknya.
Lalu dilemparkannya ke langit. Dia merasa lebih baik.
5:36 waktu laptop.
Singgasana Emas.