Yah. Aku bukannya ingin meniru-niru kisah gadis buruk rupa dan saudara-saudara tirinya di suatu negeri antah berantah dahulu kala. Ini kisah saat ini, detik ini, di zaman milenium.
Si gadis buruk rupa, selain buruk penampilannya, buruk pula adatnya. Kerjanya hanya mondar-mandir layaknya besok akan kiamat, dan sia-sia saja melakukan sesuatu yang akan berbuntut panjang dan hanya menerbitkan rasa berat meninggalkan kehidupan maya ini.
Dia selalu mondar-mandir. Tak tentu arah. Bisa satu meter, lalu berbalik lagi. Kadang juga berkilometer-kilometer, lalu kembali ke sarangnya larut malam.
Si gadis buruk rupa setiap hari demikian kelakuannya. Lalu suatu hari, di awal Juli malam hari, ketika bulan menampakkan raut muka tersipu-sipu, dan bintang-bintang, entah itu alfa centaurus, rigil centaurus, atau antares si merah milik scorpio menampakkan diri, dan tampak pula paduan zubenelgenubi – zubeneschamali kepunyaan libra, si gadis buruk rupa berada di luar, sedang menghitung langkah ke seratus hampir akan berbalik ketika dilihatnya seorang makhluk yang membuatnya terpana.
Ya. Matanya kelam. Bulunya hitam. Halus. Ekornya panjang. Eongannya merdu. Si gadis buruk rupa langsung jatuh cinta.
Makhluk ini, mendekat malu-malu. Penuh perhitungan dan penuh rayu. Meski langkahnya syahdu, setelah ditelusuri ternyata kucing itu berjenis kelamin laki-laki. Oh, lengkap sudah kebahagiaan si gadis buruk rupa.
Didekatinya si kucing perlahan. Tapi, si kucing mengelak. Mundur, bersembunyi di rimbunan alang-alang. Si gadis buruk rupa tak patah semangat. Berganti malam, ketika mengulangi langkahnya yang serupa seperti biasa, dibawanya makan malamnya yang biasanya tak rela disisakannya barang sebulir nasi. Tetapi kali ini, karena cintanya, dipersembahkannya makan malam penuh cinta itu untuk si kucing.
Begitu terus setiap malam. Hingga malam kesepuluh. Ketika itu tengah malam. Si gadis buruk rupa mencari-cari kucing yang menjadi sandaran hatinya.
Dipanggil-panggilnya si kucing itu. Dilembut-lembutkan suaranya. Hatinya keruh tak karuan. Padahal perutnya pun keroncongan, namun makan malam yang hampir mendingin itu belum juga disentuh oleh kucing hitam itu.
Si gadis buruk rupa terus memanggil. Hingga suaranya parau. Hingga airmatanya tak sadar bergulir satu-satu, menggenangi nasi pindangnya, membuatnya serupa bercampur kuah.
Si gadis buruk rupa terus dan terus mencari. Menyibak alang-alang tempat si kucing selalu bergeming menunggunya membawa makanan. Tempat janjian mereka setiap malam dalam alunan angin dan wangi bumi, serta gesekan biola alang-alang yang romantis.
Olala. Si gadis buruk rupa tampaknya harus memunguti serpihan hatinya yang hancur jadi bubur. Si kucing itu kini bergelung di pangkuan saudara tirinya. Saudara tirinya yang cantik jelita. Saudara tirinya yang senyumannya menaklukkan dunia. Saudara tirinya yang pakaiannya wangi dan gemerlapan bertahtakan berlian. Sementara dia hanyalah si gadis buruk rupa.
Menggigit bibir, si gadis buruk rupa melangkah menjauh, ditelan kegelapan. Biarlah, katanya lirih. Biarlah cinta ini berkorban. Biarlah. Apalah artinya sepuluh malam ini. Jika memang hatinya tidak terpaut pada si gadis merah. Mau apa dia? Menuntut? Pada siapa? Si kucing? Tidak ada aturan seperti itu. Yang ada nantinya si gadis merah akan dihujat, karena negeri ini telah merdeka. Mana mungkin pemaksaan perasaan masih diperbolehkan.
Ataukah si gadis buruk rupa harus menimpakan kesalahan pada Tuhan? Yang menciptakan cinta ini hanya separuh. Dan menciptakan hati ini hanya satu. Dan membebankan buruk rupa padanya. Sungguh tidak pantas pula perilaku demikian.
Dan si gadis buruk rupa terus melangkah. Entah ini akan membawanya kembali atau tidak. Merelakan si kucing pujaan hatinya bersama saudara tirinya adalah suatu cinta, si gadis buruk rupa menghunjamkan kata-kata itu berkali-kali ke ulu hatinya.
Cinta. Cinta. Dan cinta. Dia tidak terluka. Dia hanya berdarah-darah. Darah mengucur dari sekujur tubuhnya. Matanya, berupa air mata darah. Peluhnya pun berwarna merah. Dan dia masih memapah hatinya yang menjadi bubur yang mengucurkan darah dari sela-sela jarinya. Cintanya kepada si kucing hitam yang tertinggal di belakang. Cintanya. Asalkan cintanya meraup canda dan rona bahagia.
22:49 Waktu Laptop kemarin
Singgasana Emas