Kisah ini mengenai masa masa terpuruknya bapak. Beberapa waktu yang lalu, sekitar bulan mei, hari minggu kalo ga salah, tiba tiba bapak jatuh sakit. Sakitnya benar benar tidak pernah terbayangkan sebelumnya, kata bapak. Kedua belah kakinya tampak bengkak dan sangat nyeri apabila bergerak sedikit saja.
Faktor pencetusnya yaitu sehari sebelumnya bapak makan sate kemudian maen bulutangkis hingga ambang batas ketahanan fisiknya.
Dan inilah akibatnya. Asam urat bapak kumat lagi. Bergegas bapak meminum allopurinol yang menjadi obat dewa penyakitnya itu. Tapi ternyata kali itu tidak terjadi perbaikan kondisi sedikitpun.
Bapak tetap mencoba meminum obat andalannya tersebut hingga tiga hari kemudian bapak memutuskan melakukan medical check up dan ke dokter untuk mengetahui apa yang terjadi padanya kali ini.
Hasil labnya sungguh fantastis. Kadar glukosa puasa bapak 206, di mana kadar yang melebihi 200 dicurigai menderita diabetes. Sementara kadar asam uratnya tiga kali kadar normal. Dan tekanan darah bapak menembus angka 170 untuk sistol dan 120 untuk diastolnya.
Bayangkan saja betapa terpukulnya kami sekeluarga saat menerima hasil lab bapak tersebut. Apalagi bapak tidak menampakkan tanda tanda kesembuhan.
Ibu selalu mendampingi bapak. Bapak yang sekarang sudah tidak mampu berpindah barang satu cm pun dari ranjangnya. Alhasil dua centong selalu ada di sisi bapak manakala sewaktu waktu dibutuhkan untuk membuang urin.
Hampir satu bulan kondisi bapak demikian. Obat obatan kimia pun sudah absen bapak minum karena takut ginjalnya akan rusak juga. Yang bapak lakukan hanyalah mengonsumsi diet rendah protein dan rendah lemak.
Bapak pun mencoba beragam terapi alternatif yang kami carikan. Meminum beragam jamu yang rasanya memuakkan.
Dan di tengah tengah kondisi suram tersebut, bapak tetap tegar. Perkataannya selalu saja demikian: perlahan tapi pasti, sembuh itu akan datang secara alamiah! Meski ibu tampak muram dan sedih, meski aku diam diam terisak dalam sepi setiap ketakutanku akan kepergian bapak berkelebat, bapak tetap saja tidak menyerah.
Bahkan mertua bapak alias pak uwo pun mengasihani bapak dan berkomentar, anak anak masih kecil dan belum selesai sekolah, bapak malah sakit.
Bapakku hanya tersenyum simpul sembari menjawab dengan tenang, saya belum akan mati kok pak.
Dan belum lagi cobaan ketika teman bapak yang seumuran dan menderita penyakit yang serupa telah dipanggil Allah duluan. Entah apakah bapak juga masih tetap tegar atau tidak.
Hingga perlahan tapi pasti, setelah dua bulan cuti dari segala aktivitas, bapak mulai menampakkan kemajuan. Sedikit demi sedikit nyeri pada kakinya hilang, digantikan oleh keberanian untuk mulai menapak lagi.
Kecemasan seluruh keluarga pun mulai agak berkurang. Hingga akhirnya detik ini bapak sudah mulai beraktivitas seperti biasa lagi meski kakinya masih bengkak, untuk itulah kami tetap memantau dan merawat bapak. Karena cara jalan bapak tidak akan pernah sesempurna seperti dulu lagi.
Published with Blogger-droid v1.7.1
Don't Ever Forget Why You were Born to This World!
Remember Your Creator, Your Majesty, Your Almighty, Your God, ALLAH in every single second you have. .